Rabu, 23 Januari 2013

Kerusakan Lingkungan Pesisir Pantai


Nama                         : Muhammad Arsyad (K4100978)
Jurusan/Prodi         : MNA/MID
Bid. Konsentrasi    : Budidaya Perairan


KERUSAKAN PANTAI MUARAREJA DI UTARA KOTA TEGAL, JAWA TENGAH

Kerusakan yang terjadi di pantai Muarareja adalah pengikisan (abrasi) daratan di pinggir pantai yang disebabkan besarnya terjangan golambang air laut dan adanya luapan air laut (rob) di daerah tersebut. Kerusakan ini terjadi akibat ulah tangan manusia yang merusak sarana dan prasarana umum di sekitar kawasan tersebut dengan menebang pohon bakau yang berfungsi sebagai penangkal arus air laut.

Abrasi yang terjadi di pantai Muarareja menyebabkan ratusan kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, setelah dusun mereka tenggelam akibat abrasi. Kondisi tersebut diperparah dengan tingginya gelombang pada saat musim penghujan. Dalam beberapa bulan terakhir, garis pantai ke arah laut sepanjang 7,5 kilometer terkikis 20 meter dari bibir pantai. Lebar daratan pantai yang dulu mencapai 200 meter, saat ini hanya tersisa 20 meter. Bahkan, sebagian daratan berupa tambak penduduk sudah berbatasan langsung dengan air laut (www.metronews.com. Senin, 9 Juli 2007).

Abrasi dipantai Muarareja sudah terjadi selama puluhan tahun. Abrasi telah mengikis daratan di pinggir pantai sepanjang sekitar 50 meter dan menghancurkan sekitar 300 hektar lahan tambak milik nelayan disana. Hal itu terjadi karena pohon bakau yang berfungsi sebagai penangkal arus air laut, hilang ditebang (www.kompas.com. Senin, 9 Juli 2007).

Selain itu di kawasan Muarareja juga terjadi rob atau limpahan air laut. Rob tersebut menggenangi ratusan rumah warga dan jalan. Biasanya, air mulai menggenangi rumah warga sekitar pukul 16.00 dan surut sekitar pukul 20.00 WIB. Ketinggian air di dalam rumah bisa mencapai sekitar 20 cm, sedangkan ketinggian air di jalan bisa mencapai 50 cm. Meskipun tidak menimbulkan korban, rob sangat mengganggu aktivitas warga. (www.kompas.com. Senin, 14 Mei 2007).

Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya pemerintah dengan segera melakukan perbaikan terhadap daerah pesisir pantai Muarareja kota Tegal. Dalam upaya mengatasi kerusakan terutama yang disebabkan oleh abrasi, sudah saatnya bagi kita untuk memikirkan cara-cara dan melakukan tindakan yang berwawasan konservasi, tidak lagi hanya dengan melakukan upaya yang sifatnya sementara saja. Pencegahan ataupun penanggulangan abrasi dengan berwawasan konservasi tentu akan memberikan berbagai keuntungan bagi lingkungan (alam) yang akan membawa pengaruh positif dalam kehidupan manusia. Salah satu cara mencegah ataupun mengatasi abrasi yaitu dengan cara penanaman bakau kembali. Sebenarnya telah banyak orang yang mengetahui fungsi dan kegunaan hutan bakau bagi lingkungan. Namun dalam prakteknya di lapangan, masih banyak pula yang belum memanfaatkan hutan bakau sebagai sarana untuk mencegah atau mengatasi abrasi.

Yang sering terlihat, dalam usaha mengatasi abrasi di daerah pantai, pemerintah di beberapa daerah melakukan kebijakan pencegahan abrasi dengan membangun pemecah gelombang buatan di sekitar pantai dengan maksud untuk mengurangi abrasi yang terjadi tanpa di iringi dengan usaha konservasi ekosistem pantai (seperti penanaman bakau dan konservasi terumbu karang). Akibatnya dalam beberapa tahun kemudian abrasi kembali terjadi karena pemecah gelombang buatan tersebut tidak mampu terus-menerus menahan terjangan gelombang laut. Namun seringkali pengalaman tersebut tidak dijadikan pelajaran dalam menetapkan kebijakan selanjutnya dalam upaya mencegah ataupun mengatasi abrasi. Yang sering terjadi di lapangan, ketika pemecah gelombang telah rusak, lagi-lagi pemerintah setempat membangun pemecah geombang buatan dan lagi-lagi tanpa di iringi dengan penanaman bakau atau konservasi terumbu karang yang rusak. Hal tersebut seakan-akan menjadi suatu rutinitas yang bila difikir lebih jauh, tentunya hal tersebut akan berimbas terhadap dana yang harus dikeluarkan daerah setempat.

Seandainya, dalam mengatasi abrasi tersebut kebijakan yang diambil pemerintah yaitu dengan membangun pemecah gelombang buatan (pada awal usaha mengatasi abrasi atau jika kondisi abrasi benar-benar parah dan diperlukan tindakan super cepat) dengan dibarengi penanaman bakau di sekitar daerah yang terkena abrasi atau bahkan bila memungkinkan dibarengi pula dengan konservasi terumbu karang, tentunya pemerintah setempat tidak perlu secara berkala terus menerus membangun pemecah gelombang yang menghabiskan dana yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun sejak penanaman, tanaman-tanaman bakau tersebut sudah cukup untuk mengatasi atau mengurangi abrasi yang terjadi.

Selain mencegah atau mengatasi abrasi, hutan bakau dapat membawa keuntungan-keuntungan lebih daripada hanya sekedar membangun pemecah gelombang buatan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain untuk menjaga kestabilan garis pantai, menahan atau menyerap tiupan angin laut yang kencang, dapat mengurangi resiko dampak dari tsunami, membantu proses pengendapan lumpur sehingga kualitas air laut lebih terjaga dari endapan lumpur erosi, menghasilkan oksigen yang bermanfaat (untuk manusia, hewan, dan tumbuhan), mengurangi polusi baik udara maupun air, sumber plasma nutfah, menjaga keseimbangan alam, sebagai habitat alami makhluk hidup (burung, kepiting, dan lain sebagainya).

Beberapa hal tersebut merupakan sebagian dari berbagai keuntungan yang dapat diperoleh dari penanaman hutan bakau dalam usaha mencegah atau mengatasi abrasi. Selain itu pemerintah tidak perlu lagi berulang kali membangun pemecah gelombang sehingga dapat menghemat pengeluaran dan dapat mengalokasikan dana untuk keperluan-keperluan lain (tentunya yang berguna untuk masyarakat).

Tidak jauh berbeda dengan penanganan masalah abrasi, penanganan rob (luapan air laut) yang terdapat di daerah pantai Muarareja juga dapat dilakukan dengan memperbanyak tanaman bakau atau kalau perlu sampai terbentuk hutan mangrove sehingga luapan air laut dapat ditahan oleh hutan mangrove tersebut sebelum air laut sampai ke tempat pemukiman warga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar